Serikat Pekerja Sektor Ketenagalistrikan Minta DPR Hentikan Pembahasan Omnibus Law

Hal inidisebabkankarena, di dalam omnibus law terdapat pasal-pasalyang berpotensi menyebabkan listrik dikuasai oleh pihak swasta/asing.Hal ini sangatbertentangan dengan konstitusidan dapat membahayakan kedaulatan NegaraRepublik Indonesia. Pernyataan ini disampaikan serikat pekerja/serikat buruh di sektor ketenagalistrikan seperti SP PLN Persero, PP Indonesia Power, SP PJB, SPEE-FSPMI, dan Serbuk Indonesia dalam sebuah d iskusi di Jakarta, Senin (27/7/2020).

MEDIA RILIS

Serikat pekerja/serikat buruh yang berada di sektor ketenagalistrikan mendesak DPR RI agar segera menghentikan pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja. Pernyataan ini disampaikan serikat pekerja/serikat buruh di sektor ketenagalistrikan seperti SP PLN Persero, PP Indonesia Power, SP PJB, SPEE-FSPMI, dan Serbuk Indonesia dalam sebuah d iskusi di Jakarta, Senin (27/7/2020).

Serikat pekerja di sektor ketenagalistrikan menilai bahwa omnibus law RUU Cipta Kerja justru akan membuat e konomi masyarakat menjadi lebih terpuruk.

Hal inidisebabkankarena, di dalam omnibus law terdapat pasal-pasalyang berpotensi menyebabkan listrik dikuasai oleh pihak swasta/asing.Hal ini sangatbertentangan dengan konstitusidan dapat membahayakan kedaulatan NegaraRepublik Indonesia. Jika listrik tidak lagi kuasai olehnegara, makahal ini berpotensimenyebabkankenaikantarif li strikdankemandirian e nergi tidak dapatdicapai.

Pada Draft Ominibuslaw RUU Cipta Kerja Sub-klaster Ketenagalistrikan,terdapat3 hal yangberpotensi merugikan n egara,yaitu :

  1. Hilangnya penguasaan negara pada cabang-cabang produksi penting bagai negara dan menguasai hajat hidup orang banyak.Dalam hal ini, cabang-cabang produksiyang dimaksud adalah tenaga listrik (putusan MKno. 001-021-022/PUU-I/2003 dan no.111/PUU-XIII/2015). Hal ini tertulis pada:

    • Menghidupkan pasal-pasal yang sudah ditafsirkan oleh putusan MK no.111/PUU-XIII/2015, kepada pasal-pasal sebelumnya. (Menghidupkan Pasal Zombie)

    • Penggabungan definisi "izin operasi” dan “izin usaha penyediaan tenaga listrik" yang t ujuannya menyelingkuhi p utusan MK No. 111/PUU-XIII/2015

    • Pengaburan definisi "wilayah usaha" yang tujuannya menyelingkuhi putusan MK No. 111/PUU-XIII/2015

  2. Hilangnya fungsi DPR,baik dari sisipembuatan kebijakandan juga mengawasan terhadap kebijakan ketenagalistrikan.Hal ini tertulispada:

    • Menghilangkan peran DPRdalam menentukan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional(RUKN)

    • Mengkebiri Hak DPR dalam melakukan penetapan tarif tenaga listrikuntuk konsumendan juga hak DPR untuk menetapkan Pedoman untuk penetapan tarif tenaga listrik.

    • Banyaknya Pengaturan Ketenagalistrikan Yang Dibahas oleh Pemerintah Tanpa Melibatkan DPR, dalam draft Omnibuslaw RUU Cipta Kerja khususnya Sub-klaster Ketenagalistrikan mewajibkan di buat 14 Peraturan Pemerintah sebagai pengaturan lebih lanjut.

    • PP yang dibentuk berdasarkan Omnibuslaw RUU Cipta Kerja dimungkinkan untuk mengaturatau melebihi UU yang secara hirarki berada di atas PP.

  3. Omnibuslaw RUU Cipta Kerja Sub-klaster Ketenagalistrikan menghilangkan kewenangan Pemerintah Daerah.

Oleh karena itu, Serikat Pekerja di sektor ketenagalistrikan meminta agar Sub-klaster Ketenagalistrikan yang ada di dalam omnibuslaw mendapatkanperhatian yang serius oleh semua pihak, karena hal tersebutmemiliki dampakyang sangat besarbagi rakyat dan negara, yaituadanya potensi Kenaikan Tarif Listrik dan Hilangnya kedaulatan energi Negara Republik Indonesia.

Disiarkan oleh:

1.Muhammad Abrar Ali, Ketua Umum DPP SP PLN Persero (HP: 0811-6562-973)
2.PS Kuncoro, Ketua Umum PP Indonesia Power (HP: 08128879715)
3.Agus Wibawa, Ketua Umum SP PJB (HP: 0896 8750 0690)
4.Yudi Winarno, Ketua Umum SPEE-FSPMI (085715552091)
5.Subono, Ketua Umum Federasi Serbuk Indonesia (HS: 085810222340)
6.Indah Budiarti, Public Services International (HP: 081380416310)